Kebijakan Tegas MRT Jakarta terkait Ijazah Palsu

Dalam upaya menjaga kredibilitas, PT MRT Jakarta (Perseroda) mengumumkan akan menerapkan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada setiap pegawai yang terbukti menggunakan ijazah palsu selama proses rekrutmen. Kebijakan ini diambil untuk memastikan integritas dalam organisasi.

Ahmad Pratomo, Corporate Secretary Division Head PT MRT Jakarta, menyampaikan dalam keterangannya di Jakarta, bahwa perusahaan sedang melakukan pemeriksaan internal terkait dugaan penggunaan ijazah palsu oleh karyawannya. “Jika setelah proses investigasi internal terbukti karyawan bersangkutan menggunakan ijazah palsu, maka akan ditindak sesuai peraturan internal yang berlaku dengan tingkatan hukuman paling berat yaitu PHK,” tegas Ahmad.

Jika investigasi menunjukkan tidak ada pelanggaran, perusahaan akan menindak tegas siapa pun di dalam yang menyebarkan informasi palsu atau fitnah, sesuai dengan ketentuan yang ada “Kami akan melakukan investigasi terhadap karyawan yang menyebarkan berita fitnah atau keliru hingga pencemaran nama baik, dan akan ada konsekuensi berdasarkan peraturan internal,” ujar dia.

Achmad Nur Hidayat, seorang Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta, menganjurkan agar MRT Jakarta mengambil langkah strategis untuk menangani kasus ini. Pertama, menyelesaikan investigasi internal dengan tuntas dan mengumumkan hasilnya kepada publik secara transparan, karena masyarakat sebagai pengguna layanan berhak mengetahui kebenaran kasus ini.

Langkah kedua yang direkomendasikan adalah melakukan audit ulang keaslian ijazah seluruh pegawai, terutama mereka yang memegang posisi strategis dan teknis, untuk mencegah insiden serupa di masa depan. Selain itu, sistem rekrutmen harus diperbaiki dengan memanfaatkan verifikasi digital langsung ke DIKTI melalui SIVIL, bukan hanya sekadar menerima fotokopi ijazah.

MRT Jakarta juga harus menegakkan integritas sebagai syarat mutlak dalam rekrutmen dan promosi jabatan, sebab kompetensi tanpa integritas hanya akan membuka peluang bahaya moral ke depan. Kelima, perlunya komunikasi publik yang jelas dan empatik, tidak menunggu sampai isu berkembang lebih jauh dan merusak reputasi.

Achmad menambahkan bahwa reputasi institusi tidak hanya dibangun dari infrastruktur yang megah, melainkan juga dari kepercayaan publik terhadap profesionalisme dan kejujuran pihak pengelola “Jika MRT Jakarta gagal menanganinya dengan cepat dan terbuka, maka investasi triliunan rupiah akan sia-sia karena hilangnya kepercayaan publik adalah kerugian terbesar transportasi publik manapun,” kata Achmad.

(Antara)