Dinamika Pasar Komoditas Internasional

Konflik di Timur Tengah, khususnya Israel dan Gaza, telah meningkatkan risiko politik yang memengaruhi harga minyak secara global. Premi risiko geopolitik telah menyebabkan kenaikan harga energi; Brent mendekati US$ 120 per barel, sementara harga LNG juga ikut terkerek.

Krisis nuklir yang terjadi di Iran turut memperburuk ketidakpastian di sektor energi dan logam mulia, sehingga ketegangan di wilayah tersebut terus memengaruhi tekanan harga pada komoditas minyak dan pangan.

Menjelang pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin pekan depan, harga minyak tetap stabil. Namun, Brent naik sedikit 0,2% ke US$ 66,59 per barel dan WTI bertahan di US$ 63,88 per barel, masing-masing mengalami penurunan mingguan terdalam sejak Juni sebesar 4,4% dan 5,1%.

Di sisi lain, harga emas dunia meningkat tipis 0,03% ke US$ 3.397,33 dengan kenaikan 1% sepanjang pekan. Emas berjangka AS Desember tetap stabil di US$ 3.454,1 per troy ons setelah mencapai rekor intraday US$ 3.534,1. Peningkatan ini berlangsung di tengah rencana Gedung Putih untuk memperjelas kebijakan tarif impor emas batangan.

Di bursa Malaysia Derivatives, kontrak CPO menguat karena ekspektasi perlambatan produksi, dengan kontrak Agustus 2025 naik 12 Ringgit menjadi 4.214 Ringgit per ton dan kontrak September 2025 naik 12 Ringgit menjadi 4.234 Ringgit per ton.

Harga batu bara mengalami tren penurunan selama empat hari berturut-turut seiring penurunan pengiriman global sebesar 2% pada pekan ke-31. Batu bara Newcastle Agustus 2025 turun US$ 0,55 ke US$ 113,2 per ton, September turun US$ 0,75 ke US$ 114,25, dan Oktober turun US$ 0,5 ke US$ 115,5 per ton.

Thai 5% broken white rice, salah satu komoditas beras global, turun tajam menjadi US$ 372,50 per ton, angka ini terendah dalam delapan tahun terakhir, turun 26% sejak akhir 2024. Indeks harga beras PBB juga mencatat penurunan 13% sepanjang 2025.

Harga mentega mencapai rekor tertinggi lebih dari US$ 7.200 per metrik ton, naik sekitar 54% dibandingkan dua tahun sebelumnya, akibat penurunan produksi susu global yang dipicu cuaca ekstrem dan wabah penyakit ternak.

Krisis pasokan mengakibatkan harga helium melonjak 400% secara global, menghadirkan tekanan besar pada industri teknologi canggih yang sangat bergantung pada gas ini.

Menurut laporan dari Reuters pada Juli 2025, harga pangan dunia mencapai level tertinggi dalam dua tahun terakhir, dengan FAO Food Price Index naik 1,6% dari Juni menjadi 130,1 poin, meskipun masih 18,8% lebih rendah dari puncaknya pada Maret 2022.

Kenaikan ini terutama didorong oleh melonjaknya harga daging dan minyak nabati. Indeks daging mencatat rekor tertinggi (127,3 poin), sementara minyak nabati melonjak 7,1% ke level tertinggi dalam tiga tahun terakhir.

Sebaliknya, harga serealia, gula, dan produk susu mengalami penurunan (serealia: level terendah dalam lima tahun; gula: penurunan selama lima bulan berturut-turut). (N-7)